Juli 18, 2009

Menyambut Kelahiran Anak............


Assalamu’alaikum to All……………….

Buat teman/sahabat/kerabat yang akan menggenapkan separuh diennya atau baru saja menggenapkan separuh diennya dan kemudian segera memiliki keturunan, ada baiknya mempunyai pengetahuan mengenai menyambut kelahiran anak dalam tata cara islam, semoga tulisan ini bermanfaat

Untuk menyambut kelahiran anak kita di sunahkan untuk :

  1. Mengazani dan mengiqamati telinga bayi lahir.
    Hal ini merupakan pendidikan awal bagi dia begitu masuk ke dunia yang baru baginya. Karena bayi sebenarnya sudah bisa mendengar (begitu menurut ilmu kedokteran).
    Adalah wajar anak ini diazan dan diiqamatkan agar kalimah pertama yang didengarnya dan tembus ke gendang telinganya adalah kalimah seruan Yang Maha Agung. Kalimah yang mengandungi persaksian (syahadah) terhadap keesaan Allah dan persaksian terhadap kerasulan Muhamad bin Abdullah s.a.w
    Anak yang baru menghirup udara dunia ini telah diajarkan dengan aqidah dan syariat Islam, sebagaimana seseorang yang akan mati diajarkan dengan kalimah tauhid `La ilaha illallah’. Agar pengaruh azan ini dapat meresap ke dalam diri anak ini.
    Azan ini ialah untuk mengusir syaitan yang memang menanti-nanti kelahiran bayi ini.
    Azan dikumandangkan ke telinga bayi agar seruan dakwah kepada Allah dan agamanya dapat mendahului seruan jahat syaitan.
    Azan dan iqomah yang diperdengarkan akan dirakam oleh bayi berkenaan yang menjadi sebahagian dari pendidikan tauhid, syariat dan akhlak.

Azan di telinga kanannya. Iqomah di telinga kirinya.
Dalilnya ialah hadis Nabi s.a.w.:
Dari Abu Rafi’, katanya: Aku melihat Rasulullah s.a.w. mengumandangkan azan di telinga al-Hasan bin Ali ketika ibunya (Fatimah) melahirkannya. (HR Abu Daud & al-Tarmizi).

Dari al-Hasan bin Ali dari Rasulullah s.a.w., baginda bersabda: Barangsiapa yang anaknya baru dilahirkan, kemudian dia mengumandangkan azan ke telinga kanannya dan iqamat di telinga kirinya, maka anak yang baru lahir itu tidak akan terkena bahaya `ummu shibyan’.

`Ummu shibyan’ ialah angin yang dihembuskan kepada anak, jadi anak itu takut kepadanya. Ada juga yang berkata bahwa ia adalah `qarinah’, yaitu jin.

Antara sunnah yang perlu diamalkan terhadap bayi ialah `tahnik’, iaitu menggosok langit-langit bayi dengan kurma. Caranya: Kurma yang dikunyah diletakkan di atas jari, kemudian memasukkan jari berkenaan ke dalam mulut bayi. Gerak-geraknya ke kanan dan ke kiri dengan lembut hingga merata.

  1. Taknik
    Tahnik’,yaitu menggosok langit-langit bayi dengan kurma.
    Caranya: Kurma yang dikunyah diletakkan di atas jari, kemudian memasukkan jari berkenaan ke dalam mulut bayi. Gerak-geraknya ke kanan dan ke kiri dengan lembut hingga merata
    Jika sukar untuk memperoleh kurma, boleh diganti dengan manisan lain.
    Dan yang lebih utama, `tahnik’ ini hendaklah dilakukan oleh seseorang yang mempunyai sifat taqwa dan soleh. Ini adalah sebagai suatu penghormatan dan harapan agar anak ini juga akan menjadi seorang yang taqwa dan soleh.

    Hadis Rasulullah s.a.w. dari Abu Burdah, dari Abu Musa r.a., katanya: Aku telah dikurniakan seorang anak. Lalu aku membawanya kepada Nabi s.a.w. dan baginda menamakannya dengan Ibrahim, men`tahnik’nya dengan kurma serta mendoakannya dengan keberkatan. Kemudia baginda s.a.w. menyerahkannya kembali kepadaku. (HR Bukhari & Muslim)
  2. Mencukur rambut dan bersedekah
    Antara sunnah menyambut kelahiran anak ialah mencukur kepada anak pada hari ketujuh kelahirannya.
    Kemudian bersedekah kepada orang-orang fakir dengan perak seberat timbangan rambutnya itu.

Terdapat beberapa hadis yang menjelaskan perkara ini, antaranya ialah:
Dari Ja’far bin Muhamad dari ayahnya, dia berkata: Fatimah r.a. telah menimbang rambut kepala Hasan, Husin, Zainab dan Ummu Kalsom. Lalu dia menyedekahkan perak seberat timbangan rambut berkenaan. (HR Imam Malik)

Yahya bin Bakir meriwayatkan dari Anas bin Malik r.a., bahwa Rasulullah s.a.w. telah menyuruh agar dicukur kepala al-Hasan dan al-Husin pada hari ketujuh dari kelahiran mereka. Lalu dicukur kepala mereka, emdan baginda menyedekahkan perak seberat timbangan rambut berkenaan.

  1. Memberi Nama yang baik
    Antara sunnah menyambut kelahiran bayi ialah memberinya nama dengan nama-nama yang baik. Dari Abu Darda’ r.a., bersabda Rasulullah s.a.w.:
    Sesungguhnya pada hari kiamat nanti kamu akan dipanggil dengan nama-nama kamu dan nama-nama bapa kamu. Oleh itu, berilah nama yang baik untuk kamu. (HR Abu Daud)

Waktu memberi nama: Berdasarkan hadis-hadis Rasulullah s.a.w., ada yang menunjukkan pada hari pertama kelahirannya. Ini berdasarkan hadis riwayat Muslim dari Sulaiman bin al-Mughirah dari Thabit dari Anas r.a., katanya Rasulullah s.a.w. bersabda: Malam tadi telah lahir seorang anakku. Kemudian aku menamakannya dengan Ibrahim.

Ada juga hadis yang menunjukan pada hari ketujuh berdasarkan riwayat Samirah, katanya Rasulullah s.a.w. telah bersabda: Setiap anak itu digadaikan dengan aqiqahnya. Disembelih untuknya pada hari ketujuhnya, diberi nama dan dicukur kepalanya. (HR Ashabus Sunan)

Dapat disimpulkan dari hadis-hadis berkenaan bahwa Islam memberi kelonggaran terhadap tempo pemberian nama anak. Boleh pada hari pertama, boleh dilewatkan pada hari ketiga, dan boleh ada hari ketujuh.

  1. Aqiqah
    Hadis Rasulullah s.a.w.:
    Samirah, katanya Rasulullah s.a.w. telah bersabda: Setiap anak itu digadaikan dengan aqiqahnya. Disembelih untuknya pada hari ketujuhnya, diberi nama dan dicukur kepalanya. (HR Ashabus Sunan)

Berdasarkan hadis di atas dan hadis-hadis lain bahwa aqiqah dilakukan pada hari ketujuh kelahiran bayi. Namun begitu berdasarkan pendapat imam Malik bahwa penentuan hari ketujuh seperti yang dilihat pada zahir hadis hanyalah berbentuk anjuran sahaja. Oleh itu, seandainya tidak dapat dilakukan pada hari berkenaan, maka beraqiqah pada hari keempat, kelapan, kesepuluh atau hari berikutnya sudah memadai.

  1. Memberi Ucapan Selamat

Antara sunah menyambut kelahiran bayi ialah setiap muslim dianjurkan memberi ucap selamat dengan mendoakan kesejahteraan anak dan ibubapanya, serta turut bergembira.

Firman Allah Taala:
Kemudian Malaikat (Jibril) memanggil Zakaria, sedang dia sedang berdiri sembahyang di mihrab (katanya), "Sesungguhnya Allah menggembirakan kamu dengan kelahiran (seorang puteramu) Yahya.. (3:39)

Ibnu Qaiyim al-Jauziyah menyebutkan di dalam Tuhfatul Maudud, dari Abu Bakar al-Munzir, bahwa dia berkata: Telah meriwayatkan kepada kami dari al-Hasan al-Basri bahwa seorang lelaki telah datang kepadanya, dan di sisinya ada seorang lelaki yang baru dianugerahi seorang anak kecil. Lelaki itu berkata kepada orang yang mempunyai anak itu:"Selamat bagimu atas kelahiran seorang penunggang kuda." Hasan al-Basri berkata kepada lelaki itu: "Apakah kamu tahu, apakah dia seorang penunggang kuda atau penunggang keldai?" Lelaki itu bertanya: "Jadi bagaimana cara kami mengucapkannya?" Hasan al-Basri menjawab: "Katakanlah, semoga kamu diberkati di dalam apa yang diberikan kepadamu. Semoga kamu bersyukur kepada yang memberi. Semoga kamu diberi rezeki dengan kebaikannya, dan semoga ia mencapai masa balighnya."

Wassalam

Source : http://www.geocities.com/cahayaislam99/anak/loi-mnyambut-klahirn.htm

Note : Baby from heaven.......................adalah amanah !


Juli 07, 2009

CONTRENG ......CAPRES dan CAWAPRES 2009 - 2014

Assalamu'alaikum to all....................,

Besok, Hari Rabu, 08 - 07 -2009, hari yang bersejarah bagi bangsa ini. Ya, satu hari yang menentukan bagi kelanjutan bangsa untuk lima tahun kedepan, besok setiap warga yg sudah berhak memilih akan menunaikan kewajibannya sebagai warga negara dengan menggunakan hak pilihnya.

Bagi yang sadar betapa beratnya memilih seorang pemimpin, akan sangat hati-hati dan selektif dengan pilihannya, namun sayangnya kondisi pemilihan di negeri ini tidak sesuai seperti yang masyarakat harapkan, seperti ilustrasi gambar diatas tiga pasangan Capres dan Cawapres seakan bersiap untuk lebih dulu merebut tampuk pimpinan tertinggi di negeri tercinta ini. Alhasil sreg ataupun tidak sreg kita tetap harus memilih satu diantara tiga pasangan Capres dan Cawapres tersebut, karenanya mulai besok pagi semua warga akan bergantian menuju TPS-TPS yang telah disediakan untuk kegiatan tersebut dan biasanya dengan didahului pemberitahuan lewat pengeras suara sperti dari mushola dekat tempatku tinggal oleh petugas keamanan yang akan mengingatkan kembali pada setiap warga setempat untuk tidak lupa memberikan hak pilihnya.

Sayang, hal itu tidak berlaku bagiku, mungkin sejak tahun 1994 aku sebagai warga negara tidak memberikan hak pilihnya setiap kali ada kesempatan, baik itu pemilihan Presiden, gubernur, walikota dan lainnya, selain dikarenakan statusku sebagai “kontraktor” alias berpindah tempat tinggal juga dikarenakan ketidak percayaan cara para pemimpin tersebut memimpin negeri tercinta ini, itu menurut pandangan dan pendapatku. Mula-mula hal tersebut sempat menimbulkan rasa bersalah pada diriku sebagai warga negara yang mempunyai tanggung jawab untuk mempergunakan hak pilihnya, hal ini pun terjadi pada pemilihan Capres dan Cawapres kali ini, lagi2 aku tidak mempergunakan hak pilihku.

Namun, lambat laun rasa bersalah itu membias sendiri seiring dengan waktu yang berjalan. Fenomena di kalangan birokrat dalam memperebutkan tampuk pimpinan yang tertinggi (Presiden, gubernur, mentri, bupati. Lurah, camat, caleg, dll) kadang sudah tidak lagi memakai akal sehat, cara apapun digasaknya, baik lewat partai maupun lewat jalur independen, pasti selalu menimbulkan reaksi, baik itu negatif maupun positif. Namun terlepas apapun reaksi yang timbul, bagiku yang tidak pernah tertarik pada politik di negri ini tidak ambil pusing dibuatnya, meskipun setiap hari ada saja berita mengenai hal tersebut.

Sangat ironis jika melihat fenomena diatas, sadarkah mereka (para calon pemimpin) bahwa berebut pimpinan = berebut amanah-amanah, Jika mereka sadar tentunya mereka tahu akan konsekuensi menjadi seorang pemimpin, khususnya pemimpin dalam perspektif agama Islam.
Dalam perspektif agama Islam, amanah memiliki makna dan kandungan yang luas, di mana seluruh makna dan kandungan tersebut bermuara pada satu pengertian bahwa setiap orang merasakan bahwa Allah SWT senantiasa menyertainya dalam setiap urusan yang diberikan kepadanya, dan setiap orang memahami dengan penuh keyakinan bahwa kelak ia akan dimintakan pertanggung jawaban atas urusan tersebut.

Dalam bahasa Arab, kata amanah dapat diartikan sebagai titipan, kewajiban, ketenangan, kepercayaan, kejujuran dan kesetiaan. Dari pengertian bahasa dan dari pemahaman tematik al-Qur’an dan hadits, amanah dapat difahami sebagai sikap mental yang di dalamnya terkandung unsur kepatuhan kepada hukum, tanggung jawab kepada tugas, kesetiaan kepada komitmen, keteguhan dalam memegang janji.

Subhanallah, Maha Suci Allah! yang telah mengatur segala hal yang dikerjakan oleh umatnya yang semuanya itu tertuang dalam Al-qur’an dan hadis2nya baik itu cara mengatur negara, keluarga, cara berperang (berpolitik) dll, dan betapa kita sebagai umatnya tinggal mengikutinya. Namun sayangnya, banyak dari para pemimpin kita yang bila telah terpilih lupa akan hal tersebut

Karenanya, tulisanku disini untuk mengingatkan kembali pengertian amanah, khususnya menyangkut para pemimpin kita dalam perspektif Islam :

Dalam Islam, amanah ada pada setiap orang. Setiap orang memiliki amanah sesuai dengan apa yang dibebani kepadanya. Rasulullah SAW bersabda :Masing-masing kalian adalah pemimpin, dan masing-masing kalian akan ditanya tentang kepemimpinannya, seorang imam adalah pemimpin dan akan ditanya tentang kepemimpinannya, seorang laki-laki adalah pemimpin dalam keluarganya, dan dia akan ditanya tentang kepemimpinannya, seorang wanita adalah pemimpin di rumah suaminya dan akan ditanya tentang kepemimpinannya, dan seorang pembantu adalah pemimpin dalam memelihara harta tuannya dan ia akan ditanya pula tentang kepemimpinannya”. (HR Imam Bukhari)

Bagi seorang muslim, amanah adalah sebuah kewajiban yang harus ditunaikan dengan sebaik-baiknya. Rasulullah mengajarkan seorang muslim untuk saling mewasiati dan memohon bantuan kepada Allah SWT dalam menjaganya, bahkan ketika seseorang hendak bepergian sekalipun setiap saudaranya seharusnya mendoakannya : “Aku memohon kepada Allah SWT agar Ia terus menjaga agama engkau, amanah dan akhir amalan engkau”. (HR Imam Tirmidzi).

Yang menanggung amanah

Dalam Al-qur’an telah diatur dasar-dasar pemerintahan sebagaimana firmanNYA :
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu(seorang muslim) untuk menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya dan menyuruh kamu apabila menetapkan hukum diantara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah member pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu, sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS An Nisa : 58).

Untuk menentukan siapa orang yang berhak dan sanggup menerima suatu amanah, kita diberikan perdoman oleh Allah SWT dan Rasulullah SAW. Orang tersebut haruslah kompeten. Rasulullah SAW bersabda :“Bila amanah disia-siakan, maka tunggulah kehancurannya”. Sahabat bertanya, “ Bagaimana bentuk penyia-nyiaannya?”. Beliau bersabda, “Bila persoalan diserahkan kepada orang yang tidak berkompeten, maka tunggulah kehancurannya” ”. (HR Bukhari dan Muslim).

Kompetensi ini hendaknya bersifat menyeluruh. Kompetensi ini bukan sekedar keahlian dibidang yang akan dibebani kepadanya, tapi juga mencakup kedekatannya dengan Allah dan baiknya sifat yang dimilikinya. Kompetensi inilah yang dipunyai oleh Nabi Yusuf AS, seorang Nabi yang sangat dekat kepada Allah, bersifat amanah, dan memiliki keahlian di bidangnya. Hal ini diabadikan dalam Al Quran :“Berikanlah aku jabatan dalam memelihara hasil bumi, sesungguhnya aku ini adalah orang yang amanah dan berilmu”. (QS Yusuf : 55).

Kompetensi menyeluruh inilah yang harus dikedepankan. Kita tidak boleh memilih pemimpin karena pertimbangan hawa nafsu dan kekerabatan (nepotisme). Jika hawa nafsu dan kekerabatan yang dikedepankan, maka kita telah melakukan sebuah pengkhianatan yang besar. Khianat kepada Allah, Rasul dan orang-orang beriman. Rasulullah SAW menegaskan :“Barang siapa mengangkat seseorang berdasarakan kesukuan atau fanatisme, sementara di sampingnya ada orang lain yang lebih disukai Allah dari padanya, maka ia telah mengkhianati Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman”, (HR Imam Al-Hakim)

Menunaikan amanah

Indopos, Minggu, 23 Mar 2008 (Kurniawan Muhammad) : Dalam sebuah riwayat diceritakan, suatu ketika Imam Al Ghazali bercengkerama dengan murid-muridnya. Seperti biasa, di saat santai itu, dia kerap melontarkan pertanyaan, sambil menguji murid-muridnya.

“Apa yang paling berat di dunia ini?” tanya Al Ghazali.
Murid pertama: “Baja“.
Murid kedua: “Besi”
Murid ketiga: “Gajah”
Murid keempat: “Gunung”
Jawaban-jawaban ini membuat Al Ghazali tersenyum. “Semua jawaban itu benar, tapi kurang tepat.”
Kata Al Ghazali, yang paling berat di dunia ini adalah memegang AMANAH.

Dari ilustrasi diatas dapat disimpulkan bahwa betapa beratnya tanggung jawab yang akan dipikul bagi seseorang yang diberikan amanah, tidak serta merta membuat orang tersebut boleh lari dari kewajiban menunaikan amanah. Jika amanah dipercayakan kepadanya karena kompetensinya, maka ia wajib menunaikannya sebagaimana Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang diserahi kekuasaan urusan manusia lalu menghindar (mengelak) melayani kaum lemah dan orang-orang yang membutuhkannya, maka Allah tidak akan mengindahkannya pada hari kiamat.”(HR. Ahmad).

Orang yang diberikan amanah akan mendapatkan kebaikan yang banyak jika menunaikan amanah dengan baik, pun akan mendapatkan keburukan yang banyak jika amanah di khianati. Seorang mukmin menyadari hal ini, karenanya ia akan menunaikan amanah dengan sebaik-baiknya. Karenanya Allah berfirman :“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (QS Al Anfal : 27).

Pentingnya menunaikan amanah dalam Islam, hingga dalam hadist yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hambal, sahabat Anas bin Malik berkata bahwa Rasulullah tidak pernah berkhutbah untuk para sahabat kecuali beliau bersabda :“Tidak ada keimanan bagi orang yang tidak memiliki amanah, dan tidak ada agama bagi orang yang tidak pandai memeliharanya”.

Dengan menulis kembali ulasan diatas, tidak adalagi alasan bagiku untuk merasa bersalah karena seringkali tidak menggunakan hak pilihku dalam memilih calon Pemimpin apapun, justru akan lebih merasa bersalah jika aku menggunanakan hak pilihku dan ternyata salah, karena ternyata pemimpin terpilih tidak dapat dengan benar menunaikan AMANAHNYA.

Semoga tulisan yang disarikan kembali dari berbagai bacaan on-off line ini dapat berguna bagi semua pihak, khususnya bagi yang senang memperebutkan tampuk pimpinan di negri ini.

Wassalam

Note : - Jadilah pemimpin yang amanah, karena semua yang dikerjakannya akan dipertanggungjawabkan di pengadilan Alloh yang maha adil.
- Setiap orang bebas berpendapat dan menentukan hak pilihnya digunakan atau tidak, jadi sah-sah saja.